Senin, 18 Oktober 2010

EVA RESTU C. GUMELAR/K7109076/3AUK 1 INOVASI PEMBELAJARAN


A.    Kemengapaan Inovasi Pembelajaran
Inovasi pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dan mesti dimiliki atau dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena pembelajaran akan lebih hidup dan bermakna. Berbagai inovasi tersebut diharapkan dapat memberikan motivasi kepada siswa agar lebih giat dan senang belajar.Seperti yang telah dipaparkan, pada hakekatnya sifat inovasi itu amat relatif, dalam arti inovasi yang kita lakukan sebenarnya barangkali sudah tidak asing bagi orang lain. Tetapi sebagai seorang guru yang setiap hari berinteraksi dengan anak, maka tidaklah salah apabila terus-menerus melakkukan inovasi dalam pembelajaran.
Tanpa didukung kemauan dari guru untuk selalu berinovasi dalam pembelajarannya, maka pembelajaran akan menjenuhkan bagi siswa. Di samping itu, guru tidak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Inovasi akhirnya menjadi sesuatu yang harus dicoba untuk dilakukan.
Ketika sang guru masuk kelas dan menutup pintu, di situlah sang guru akan menjadi pusat perhatian peserta didiknya dari segi penampilan, belum lagi bagaimana gaya bicara sang guru, caranya berjalan, atau kedisiplinannya dalam mengajar. Di mata peserta didik, guru seolah-olah diposisikan sebagai pribadi perfect yang nihil cacat dan cela. Harus diakui tugas guru memang berat. Mereka tidak hanya dituntut untuk melakukan aksi “lahiriah” dalam bentuk kegiatan mengajar, tetapi juga harus melakukan aksi “batiniah”, yakni mendidik; mewariskan, mengabadikan, dan menyemaikan nilai-nilai luhur hakiki kepada peserta didik.
Apabila proses pembelajaran berlangsung monoton dan seadanya (guru cenderung bergaya indoktrinatif dan dogmatis seperti orang berkhotbah), upaya penyemaian nilai-nilai luhur hakiki akan sulit berlangsung dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Apalagi, kalau peserta didik hanya diperlakukan sebagai objek yang pasif, tidak diajak untuk berdialog dan berinteraksi. Maka, kegagalan penyemaian nilai-nilai luhur kepada peserta didik hanya tinggal menunggu waktu. Dalam konteks demikian, guru perlu mengambil langkah dan inisiatif untuk mendesain proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Guru memiliki kebebasan untuk melakukannya di kelas.
Melalui kegiatan pembelajaran yang inovatif, atmosfer kelas tidak akan terpaku dalam suasana yang kaku dan monoton. Para peserta didik perlu lebih banyak diajak untuk berdiskusi, berinteraksi, dan berdialog sehingga mereka mampu mengkonstruksi konsep dan kaidah-kaidah keilmuan sendiri, bukan dengan cara diceramahi. Para murid juga perlu dibiasakan untuk berbeda pendapat sehingga mereka menjadi sosok yang cerdas dan kritis. Tentu saja, secara demokratis, tanpa melupakan kaidah-kaidah keilmuan, sang guru perlu memberikan penguatan-penguatan sehingga tidak terjadi kesalahan konsep yang akan berbenturan dengan nilai-nilai kebenaran itu sendiri.
Melalui suasana pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bebas berpendapat dan bercurah pikir, guru akan lebih mudah dalam menanamkan nilai-nilai luhur hakiki. Dengan cara demikian, tugas guru sebagai pengajar dan sekaligus sebagai pendidik diharapkan bisa terimplementasikan dengan baik.
Secara neurobiologis, otak manusia terdiri atas miliaran sel saraf atau neuron yang menyebar di keseluruhan otak manusia. Seperti yang dikemukakan oleh seorang neurolog, Gerald Edelman, pemenang hadiah nobel, dibutuhkan lebih dari 32 juta tahun untuk menghitung semua sinaps di dalam otak manusia dengan kecepatan satu sinaps per detik. Jika dipusatkan perhatian pada kemungkinan jumlah hubungan saraf di dalam otak, maka didapati jumlah yang sangat menakjubkan yaitu 10 diikuti sejuta angka nol. Setiap saraf otak itu saling berhubungan dan berkomunikasi melalui satu hubungan atau lebih (Restak, 2004:5). Walaupun demikian, setiap saraf yang ada dalam otak mempunyai tanggung jawab dan fungsi masing-masing. Misalnya, kegiatan membaca mengaktifkan area oksipital dan frontal. Mendengarkan musik dengan mata terpejam mengaktifkan area temporal, frontal dan serebelum. Di samping itu, secara garis besar, otak otak manusia terbagi atas kerja otak belahan otak kanan, tetapi aktifitas kerja kedua otak tersebut tidak terpisah. Aktivitas kedua otak itu saling menyatu dan juga saling membangun.
Seperti yang kita ketahui bahwa metode pembelajaran konvensional yang pada umumnya digunakan oleh pendidik dalam belajar bahasa cenderung menekankan pada pola kerja otak kiri, seperti latihan yang menitik beratkan pada rangsangan dengar (otak kiri) berupa latihan-latihan, pengulangan, kurang melibatkan proses pemecahan suatu masalah. Sementara itu, dengan kemajuan teknologi, anak-anak sekarang terfokus pada acara-acara yang disiarkan oleh televisi, sehingga yang lebih banyak melakukan aktivitas adalah belahan otak kanan. Oleh karena itulah, masalah pembelajaran menjadi tidak efektif.
Dalam buku yang berjudul “Brain-Based Learning” kita menemukan sebuah bacaan yang mengajak kita untuk memikirkan kembali otak kita. Otak dikatakan bagaikan “hutan belantara”. Yang selalu aktif setiap saat, tidak mengganggu yang lain tetapi selalu penuh dengan kehidupan. Seluruh kehidupan di hutan dan di otak saling berpengaruh (simbiotik). Namun, yang perlu kita ketahui dan kita dalami adalah bagaimana otak kita secara alamiah belajar yang terbaik. Sehingga pembelajaran dapat bersifat social, fisik, kognitif, dan reflektif.

B.     Pengertian Inovasi Pembelajaran
Secara epistemologi, inovasi berasal dari kata latin, innovation yang berarti pembaruan dan perubahan. Kata kerjanya innovo yang artinya memperbarui dan mengubah. Inovasi ialah suatu perubahan yang baru menuju ke arah perbaikan; yang lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana. ( Fuad Ihsan, 2003 : 191 )
Menurut Suprayekti ( 2004 : 2 ), inovasi adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia dan dirasakan sebagai hal yang baru oleh seseorang atau masyarakat, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupannya.
Kata “innovation” sering diterjemahkan sebagai segala hal yang baru atau pembaharuan. (S. wojowasito, dalam udin Syaefudin Sa’ud 2008). Tetapi ada yang menjadikan kata :innovation” menjadi kata Indonesia yaitu “inovasi”. Inovasi kadang juga disebutkan untuk menyatakan penemuan hal baru. Kata penemuan juga sering digunakan untuk menerjemahkan kata “discovery” dan “invention”. Ketiga kata tersebut dapat diartikan penemuan karena mengandung arti ditemukannya kata yang baru, baik sebenarnya sudah ada lama kemudian baru diketahui atau memang benar-benar baru dalam arti sebelumnya tidak ada.
Invensi (invention) adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya hasil kreasi manusia. Inovasi (Invention) adalah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu yang baru bagi sekelompok masyarakat. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau memecahkan suatu masalah tertentu. Ketika mendengar kata inovasi, yang muncul di benak kita barangkali sesuatu yang baru, unik dan menarik. Kebaruan, keunikan dan yang menarik itu pada akhirnya membawa kemanfaatan. Pendapat tersebut nampaknya tidak salah, dalam arti manusia sebagai makhluk sosial yang dinamis dan tak puas dengan apa yang sudah ada akan selalu mencoba, menggali dan menciptakan sesuatu yang “ baru “ atau “ lain “ dari biasanya. Begitu pula masalah inovasi yang erat kaitannya dengan proses pembelajaran. Di mana proses pembelajaran melibatkan manusia (siswa dan guru) yang memiliki karakteristik khas yaitu keinginan untuk mengembangkan diri, maju dan berprestasi.

C.     Konsep Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata belajar merupakan suatu kata yang sudah tidak asing lagi. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka. Kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal.
Menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Ciri-ciri belajar adalah : (1) Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengethauan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor); (2) perubahan itu merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan . interaksi ini dapat berupa interaksi fisik dan psikis; (3) perubahan  perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen.
Dalam pengertian yang sangat luas, Anita E. Woolfolk, 1993 (dalam Conny R. Semiawan, 1999 : 245) menegaskan bahwa belajar terjadi ketika pengalaman menyebabkan suatu perubahan pengetahuan dan perilaku yang relatif permanen pada individu.
Jika dirumuskan secara komprehensif, bahwa belajar merupakan aktivitas atau pengalamana yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku dan pribadi yang bersifat permanen. Perubahan itu dapat bersifat penambahan atau pengayaan pengetahuan, perilaku atau kepribadian. Mungkin juga dapat mengurangi atau reduksi pengetahuan, perilaku atau kepribadian yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Makna pembelajaran merupakan suatu sistem yang tersusun dari unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material yang meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape, serta material lainnya. (Oemar Hamalik, 1999, dalam Hera Lestari Mikarsa 2007 : 7.3 )
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Dalam perkembangannya, metode pembelajaran banyak mengalami perubahan dengan berbagai macam dari yang tradisional hingga yang muthakir. Metode pembelajaran muthakir yang berkembang saat ini diantaranya adalah “Metode Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences” (Dr. Howard Gardner,1983) dan “Sistem Pembelajaran Kontekstual (CTL= Contextual Teaching and Learning”, Elaine B. Johnson). Kedua metode tersebut dirasakan sangat sesuai dengan prinsip pembelajaran modern, dimana pada kedua metode tersebut berorientasi pada kemampuan dan keunikan peserta didik yang mempunyai potensi kondrati yang dibawa sejak lahir dan memerlukan bimbingan dalam pengembangannya. Kedua metode ini sama – sama didasari oleh pengakuan terhadap keunikan manusia, yang masing – masing mempunyai kemampuan yang berbeda – beda. Sehingga masih perlu kita kaji lebih dalam mengenai pembelajaran dalam inivasi pembelajaran yang akan kita jadikan bekal saat terjun di masyarakat sebagai pengajar professional, bukan hanya sebagai “tukang ajar”, amiiin.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar