Minggu, 17 Oktober 2010

Yuk, Belajar dengan Otak-otak

Widiayu Septiani/K7109202/27
Semester 3 Kelas B

Mengapa orang ingin pergi ke sekolah? Jawaban yang paling umum kita terima adalah karena mereka ingin belajar, mereka akan memperoleh pengetahuan yang akan membuatnya menjadi pintar. Benarkah selalu demikian? Bergantung pada pembelajarannya, ketika suatu proses dikerjakan dengan baik, hasilnya pun dapat kita prediksi akan sesuai dengan yang kita harapkan. Otak merupakan komputer supercanggih yang diberikan Tuhan kepada manusia. Tak ada alasan bagi manusia untuk tidak cerdas. Hanya bagaimana kita mampu mengoptimalkan kinerja otak kita, menjadi hal yang sangat penting. Pembelajaran selama ini cenderung berlangsung secara konvensional tanpa pengembangan, agaknya diperlukan suatu gebrakan agar kecenderungan itu tidak berlangsung terus menerus mengingat perkembangan zaman yang sangat pesat, kita pun harus mengubah pola pikir konvensional untuk ikut berkembang lebih pesat agar tidak menjadi korban kemajuan zaman.
Begitu beruntungnya manusia yang telah diberikan potensi akal dan pikiran oleh Tuhan. Hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lain. Manusia dilahirkan untuk berkembang, memimpin, dan membuat perubahan dan kemajuan. Semua potensi itu terletak pada salah satu organ yang kita kenal dengan sebutan OTAK. Tuhan meletakkan otak kita di kepala, organ tubuh yang paling tinggi kedudukannya (tempatnya paling atas) jika dibandingkan dengan organ-organ tubuh lainyya, ini menunjukkan bahwa otak adalah sangat berharga. Bagaimana tidak? Otak kita mampu melakukan segala hal, mulai dari merekam kejadian, mengontrol gerak anggota tubuh, mengoordinasikan fungsi indera, menyelesaikan masalah, dan lain sebagainya. Kemampuan otak sangat tidak terbatas. Berdasarkan penelitian di bidang kedokteran, otak manusia terdiri atas lebih dari 100 miliar sel otak yang aktif sepanjang waktu. Dalam satu menit, sel-sel otak tersebut saling berinteraksi dan membuat sambungan lebih dari 100 ribu jalur. Sungguh Luar Biasa!! Sambungan-sambungan jalur inilah yang berperan dalam menyampaikan berbagai sinyal informasi dan data yang masuk. Ketika ada sesuatu yang asing dan tidak biasa, maka secepat kilat (mungkin lebih cepat) otak akan segera mengonsolidasikan diri, saat inilah kita sesunggunya berfikir, yang tak pernah kita sadari.
Sebelum bicara lebih jauh, alangkah baiknya kita kaji terlebih dahulu apakah belajar itu? Kita pergi ke sekolah untuk belajar, memperoleh ilmu dan pengetahuan. Pengetahuan yang kita peroleh akan membentuk kepribadian. Karena pengetahuan tidak statis, ia senantiasa berubah, pengetahuan akan menantang pikiran kita dan menjadikannya strategi untuk kehidupan dan pengambilan sikap. Pengetahuan membantu kita menemukan dunia yang belum kita ketahui. Namun belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku. Aktifitas mental itu terjadi karena ada interaksi individu dengan lingkungan. Belajar pada dasarnya adalah suatu proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun psikomotor. Jadi, belajar selalu mengakibatkan perubahan dalam diri seseorang, disengaja ataupun tidak, baik ataupun buruk. Pembelajaran sendiri secara harfiah kita maknai sebagai proses belajar, proses inilah yang sangat menentukan hasil belajar kita. Karena selama proses itu berlangsung, apa saja yang kita kerjakan, adalah bibit dari apa yang akan kita petik hasilnya di kemudian hari. Pembelajaran adalah bagaimana memanfaatkan dan menggunakan otak kita secara optimal.
Secara umum otak kita terdiri atas 2 bagian yakni otak kecil dan otak besar. Otak kecil nerperan dalam hal koordinasi dan keseimbangan tubuh. Sedangkan otak besar masih terbagi atas otak kiri dan otak kanan. Otak kiri bersifat teratur, linear, dan penuh perhitungan, mampu berpikir secara logis dan rasional. Otak kanan bersifat acak, spekulan, dan peka terhadap emosi atau perasaan, mampu berpikir kreatif dan mampu menginterprestasikan seni.
Menjadi sangat menyenangkan jika kita mampu mengoptimalkan otak kita dan siswa dalam pembelajaran. Namun selama ini siswa sudah didoktrin dengan sistem-sistem pembelajaran yang konvensional, hal ini dikarenakan guru mengajar hanya menurut caranya sendiri, menurut bekal mendidik yang mereka peroleh di masa lampau. Sedangkan zaman sudah berganti, era sudah berubah, yang dahulu hanya dikerjakan dengan tangan (manual) sekarang sudah berkembang menggunakan berbagai macam produk sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu pula kita seharusnya memperlakukan otak kita, dan otak-otak (bukan makanan) siswa kita sekarang, nanti, dan di masa yang akan datang. Untuk itulah perlu diadakan sebuah inovasi yang mampu menggebrak dunia pendidikan di negeri kita yang cenderung konvensional, terutama kita mulai dari tingkatan yang paling rendah, dengan mengembangkan potensi otak.
Sejak anak masih dalam kandungan, otaknya sudah berkembang sangat pesat (neuron berkembang antara 5.000-100.000 per detik selama pertumbuhan janin). Setiap anak dilahirkan otak yang luar biasa cerdas dan akan terus berkembang tak terukur. Namun sebagian orang tua mengingkari hal ini, orang tua kurang mampu mengarahkan anak sesuai dengan bakatnya, mereka secara perlahan berusaha membunuh potensi luar biasa anak mereka. Dan ketika memasuki usia sekolah, anak semakin tertekan dengan perlakuan yang sama dengan teman-teman sebayanya sedangkan setiap anak adalah individu yang unik, mereka mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, sangat beragam.
Proses belajar setiap individu tak lepas dari peranan otak dalam memahami suatu materi yang diperoleh setiap siswa. Bagaimana kita dapat melayani setiap potensi otak-otak (sekali lagi bukan makanan) itu? Bahkan kita sendiri belum tentu mampu mengoptimalkan kinerja otak kita. Inilah yang menjadi kendala bagi kita, karena kita pun tidak sepenuhnya tahu seperti apa otak kita.
Willam Arntz, Betsy Chasse & Mark Vicente (dalam Erbe Sentanu; 2007:114) mengemukakan bahwa manusia menggunakan otak yang kecepatannya hanya 2000 bit per detik. Sementara informasi yang membanjiri otaknya mencapai 400.000.000.000 bit per detik. Jadi, saat kita meragukan keterangan ilmu pengetahuan modern, seberapa besarkah mesin kesadaran yang kita pakai untuk meragukannya? Bagaimanakah kita bisa begitu yakin akan sesuatu yang sangat sedikit kita pahami itu?
”Your Brain is Like a Sleeping Giant”, kalimat yang diungkapkan oleh Tony Buzan mungkin benar adanya, dengan tegas ia mengatakan bahwa selama hidupnya, rata-rata manusia hanya menggunakan 1% bagian otaknya, lalu yang 99%, ngapain yaaa??...... Mereka (99% bagian otak) tentu ada, namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Ada berbagai cara agar sel-sel otak manusia berkembang, salah satunya adalah dengan kagiatan belajar, namun kegiatan belajar yang paling dominan adalah di sekolah, padahal belajar tidak mengenal ruang dan waktu. Belajar dapat berlangsung kapan pun dan dimana pun.
Guru harus mampu melayani kebutuhan siswanya dalam mengembangkan potensi diri. Guru juga harus dapat mengarahkan siswa agar mereka berkembang menuju arah yang lebih baik sehingga akan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain di kemudian hari. Proses pembelajaran yang akan diterapkan pada anak usia sekolah dasar khususnya, hendaknya disesuaikan dengan kemampuan otaknya. Karena jumlah dan ukuran saraf otak terus bertambah hingga anak memasuki usia remaja, maka anak pada usia sekolah dasar akan kesulitan dalam memfokuskan dan mempertahankan perhatiannya dalam jangka waktu yang lama. Dibutuhkan waktu untuk merefleksikan kegiatan mereka agar dapat menjaga energi dan motivasi untuk belajar. Sisipkan permainan-permainan kreatif yang berkaitan dengan pelajaran ketika proses belajar berlangsung. Untuk menyeimbangkan kerja otak kanan dan kiri, dapat kita gunakan media yang dapat memacu kerja otak kanannya, misalnya belajar sambil mendengarkan musik, dengan catatan tidak terlalu keras dan tidak sembarang musik yang diperdengarkan kepada siswa. Musik-musik klasik dan instrumental akan lebih enak dan nyaman di dengar dan membuat hati dan pikiran kita santai sehingga belajar pun terasa menyenangkan dan tidak membosankan.
Sudah semestinya guru mendongkrak realita pembelajaran konvensional dengan kreativitas-kreativitas yang dimilikinya agar belajar terasa lebih bermakna. Dan apa yang kita ajarkan kepada siswa akan selalu diingat dan diresapi di sepanjang hidupnya.
Ilmu Pengetahuan menunjukkan kita bisa mengakses semua kekuatan pikiran kita dalam hitungan detik. Seperti menekan tombol di dalam otak. (Sandy MacGregor)

Pustaka:
Given, Barbara K. 2007. Brain-Based Teaching: Merancang Kegiatan Belajar Mengajar Yang Melibatkan Otak Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis, dan Reflektif. Bandung: Kaifa.
Andri Saleh. 2008. Kreatif Mengajar dengan Mind Map®. Bandung: Tinta Emas Publishing.
--------------. 2008. Seni Mengajarkan Matematika Berbasis Kecerdasan Majemuk. Bandung: Tinta Emas Publishing.
Erbe Sentanu. 2009. Quantum Ikhlas Book Series: The Science & Miracle of Zona Ikhlas: Aplikasi Teknologi Kekuatan Hati. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Ninong Santika. 2008. Seni Mengajarkan IPA Berbasis Kecerdasan Majemuk. Bandung: Tinta Emas Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar